Wednesday, September 24, 2003

Another copycat

" Another copycat "

Nyeh!
Have no idea should I feel pissed off or flattered...

Found another copycat of Mermaidslife.com design.
Check it out the Crazant websiteat http://crazant.blogspot.com/.
I think s/he is about to 'use' the page (if I may not say, STEAL), when I grabbed her/him already. The links still reffered to Mermaidslife.com (though the Copyrighting caption is STILL written my name!), but s/he's already changed the weblog link to http://crazant.blogspot.com/#. Smart.

Hmmm...I'm going to check out this site more often. Just curious who the hell s/he is.

Friday, September 19, 2003

Hanya pemberitahuan sajah

" Hanya pemberitahuan sajah "


Maaf...saya hari ini madol kerja lagi...saya memang karyawan tidak teladan tahun ini...tapi saya di rumah saja kok, buat layout ini...lumayanlah ada pembaruan sedikit...tapi maaf yah, saya jadi bolos karena sedang mood bikin ini...dan saya kalo sedang mood tidak bisa dan tidak mau diberhentikan...lain kali tidak deh...janji...Besok saya masuk deh...bukan untuk menebus hari ini sih, tapi karena besok ada liputan, jadi tidak mungkin saya bolos lagi kan? Ya sudah...cuma mau kasih pengumuman saja saya melakukan apa hari ini...

Saturday, September 13, 2003

Nice to meet You!

" Nice to meet You! "


Wah gile...udah lama juga ngga isi weblog...pas sebulan ternyata. Lagi 'ngerasa' stuck karena boring banget dengan rutinitas. Kemarin2 sempet kepikiran hiatus (selamanya), karena setelah dua minggu lepas dari komputer dan Internet, hidup berasa lebih damai dan teratur.

Tidur mulai bisa di bawah jam satu, setidaknya dipaksain jam 12 udah ngga mau liat TV. Udah bisa bangun jam 4.00 trus lanjut shalat Subuh yang biasanya selalu (di)lewat(in). MESKIPUN, tetep bangun siang (karena tidur lagi) dan berangkat ke kantor pas tengah hari bolong. Sempet juga ngerasain kalo ternyata bangun pagi itu nikmat juga, otak seger dan penuh ide.

Ngga berasa ada yang hilang sih selama hampir sebulan bisa dibilang cuma 2 kali gue di depan komputer sampai pagi. Itupun karena gue ngga bisa tidur mikirin Guestbook dan Archives Blogger yang ngga beres-2. Tapi setidaknya ngga se-addicted dulu. Sehari ngga megang komputer, berasa ada sesuatu yang hilang. Sehari ngga kepikiran mau nulis Blog apa hari ini, juga ngga papa. Padahal setelah set back, ternyata baru sadar betapa buang-buang waktunya gue di depan komputer sampai pagi setiap harinya. Meskipun ada yang dikerjain, ternyata ada hal-hal yang justru lebih penting yang malah kelewat.

Menarik juga sih (terus) ngerasain perubahan diri sendiri, dari yang super berantakan jadi 'agak' lebih teratur, meskipun hanya sekedar merubah jam tidur. Setidaknya, BERHASIL melawan kebiasaan dan isi kepala yang mau enaknya aja ini, cukup membanggakan buat gue sendiri. Satu pencapaian lah istilahnya.

Tapi emang dasar gue yang ngga pernah puas dan konsisten kali yah? Belakangan, mulai kumat lagi perasaan boring-nya. Hidup kayaknya kok stuck di satu titik. Ngga maju, ngga mundur, tapi juga tidak menghasilkan sesuatu yang kongkrit. Gue ngga menyelesaikan website gue, ngga buat tulisan baru (meskipun hanya satu puisi), ngga bikin blog, ngga bikin design, ngga gambar, ngga motret, ngga baca buku. Gue pun mulai merasa tidak pede dengan diri sendiri.

Ternyata tanpa sadar, gue men-setting pikiran bahwa pencapaian hidup selalu diukur dari sesuatu yang kongkrit, yang nyata, yang terlihat. Gue lupa, bahwa akhir-akhir ini gue punya banyak waktu buat Bokap-Nyokap, ngelakuin ibadah bareng buat persiapan Haji tahun depan, atau sekedar ritual meja makan setelah pulang kantor. Gue bisa menikmati kebersamaan bareng Nyokap, waktu bantuin cariin ubannya. Gue memang tetep punya waktu buat nongkrongin Regal, ngopi di Bakoel, dan hunting duren Montong bareng sahabat2 gue, tapi sekarang gue ngga cuma ngobrol dan denger selintas tentang cerita masing2, tapi juga menikmati isi pembicaraan dan kualitas hubungan kita. Betapa jalannya hidup kadang tidak terduga dan membuat kita takut terhadap apa yang ada di depan kita. Betapa kita, mau tidak mau, harus beradaptasi terhadap tanggung jawab yang semakin bertambah, tetapi kita juga tidak mau kehilangan diri kita sendiri. Kita mulai banyak membahas what life is for EXACTLY and to what direction we will go.

Di tengah keboringan dan keringnya ide, gue melewatkan hari dengan mencoba lebih intens mengenal Tuhan, membuka diri, dan merasakan proses bagaimana sulitnya merubah hati (tanpa ada campur tangan-Nya). Mencari bentuk hubungan yang bagaimana yang harus gue miliki, karena gue baru sadar, selama ini gue cuma memfokuskan pada keinginan2 gue aja. Di saat everything seems not right, gue merasa cape sendiri. Gue mulai MEMAKAI HATI dan BUKAN hanya otak untuk mencoba menyelami sifat-sifat-Nya. Gue coba perbaiki fikiran dan perlakuan jelek gue pada-Nya, coba lebih menerima dan tidak menuntut.

Memang tidak ada lagi yang ingin gue raih dalam hidup yang berkaitan dengan karir. Gue sudah merasa cukup dikasih pekerjaan yang baik, dikasih banyak modal untuk mengoptimalkan diri, kalaupun masalah finansial agak mulai mengganggu, itu bukan jadi masalah, karena ada banyak jalan yang bisa dicoba. Tetapi ada satu hal yang benar-benar menguras begitu banyak energi gue. Sesuatu hal yang ingin gue miliki untuk masuk ke dalam fase berikutnya dalam hidup gue, menikah.

Sungguh pun, bukan masalah umur atau tekanan sekitar yang menjadi persoalan. Tetapi, ada satu hal dimana untuk masalah perasaan, gue ngga mau gegabah. Banyak yang bilang gue picky, tapi ya ngga juga, karena ini masalah hati dan kenyamanan, bukan sekedar selera. Gue merasa lebih hidup kalau pendamping gue juga hidup. Gue akan dingin, kalau pendamping itu dingin. Dan dingin cuma membuat gue bosan. Gue butuh pemicu yang membuat gue bisa melesat ke langit dengan tetap menjejakkan kaki di bumi. Gue butuh 'lighter' yang mampu menyalakan api dalam diri gue, yang membuat hangat, tetapi tidak membakar dan menghanguskan kita berdua. Lighter atau pemantik yang memiliki hal-hal yang gue butuhkan dalam hidup. Karena hidup tidak berhenti sampai disini.

Dan Tuhan telah menghadirkan si pemantik itu dalam hidup gue. Gue benar-benar telah mendapatkan apa yang gue butuhkan melalui dirinya. Tetapi, sesuatu yang berharga tidak akan diperoleh dengan begitu mudah. Gue merasakannya. Proses yang harus dijalani terkadang (sering!) membuat cape batin dan fikiran. Dan keinginan yang sangat kuat untuk memilikinya, berpengaruh langsung dengan hubungan gue dan Tuhan.

Baru gue sadari, setiap kali sesuatu tidak berjalan seperti apa yang gue inginkan, langsung gue berfikiran buruk bahwa Tuhan sebenarnya tidak setuju dengan pilihan gue. Bahwa bisa jadi 'usaha-usaha' gue untuk mencapainya, tidak berakhir happy ending.

Proses yang lama dan panjang ini membuat gue tidak sabar. Antara marah dan menyerah, berontak dan tidak berdaya, gue seperti terpenjara oleh keinginan untuk mendapatkan, tetapi juga frustasi yang semakin dalam. Hubungan gue dan Tuhan diliputi ketidakpercayaan dan dilema. Gue ingin meminta sesuatu, sesuatu yang begitu ingin gue miliki, tetapi malah semakin membuat gue ketakutan tidak akan diberi. Dimana gue tahu syarat terkabulnya doa adalah yakin, ndilalah gue sulit sekali membuang ketidakyakinan ini. Parahnya, gue mulai berfikir jangan-jangan ketidakyakinan ini muncul karena memang Tuhan sengaja menutupnya, supaya gue melupakan keinginan-keinginan gue. Fikiran buruk yang selalu muncul begitu aja dan tidak bisa gue lawan. Dan itu semakin menutup keyakinan dan rasa optimis gue sebelumnya. Ketakutan itu lalu bertambah-tambah karena gue takut dengan kemarahan Tuhan atas perlakuan gue terhadap-Nya.

Kemudian, pada saat yang tidak terlalu lama, di antara kecemasan, gue dibukakan untuk tahu jawabannya. Baru gue sadar bahwa hati benar-benar memiliki banyak sisi seperti bongkahan berlian. Bergeser sedikit cara melihatnya, maka yang dirasakan dan yang dilihat pun sudah berbeda. Dan gue baru sadar, bahwa Iman, hikmah, atau hidayah, sungguh mahal harganya. Tidak semua orang mendapatkannya, karena itu hak prerogratif Tuhan. Sekali diberi tetapi tidak dirawat, maka akan begitu mudahnya semua itu diambil lagi oleh-Nya. Dan orang yang tertutup hatinya setelah diberi hidayah, hidupnya melebihi kesia-siaan orang yang tidak diberi sama sekali. How scary.

Gue yang tadinya merasa berhak atas hidup gue, atas pilihan-pilihan gue, atas mendominasinya otak dan logika terhadap hati, ternyata baru dibukakan bahwa sesungguhnya gue tidak punya apa-apa di hadapan-Nya, bahkan juga cinta yang selama ini gue yakini merupakan milik gue yang terbesar. Tidak juga keyakinan dan Iman yang membuat gue dengan bangganya merasa berhak mendapatkan, bahkan memaksakan keinginan karena merasa telah berkorban untuk-Nya. Damn! Betapa memalukannya menjadi seseorang yang tidak punya apa-apa tapi MERASA punya! Harusnya gue yang mesti berterima kasih, karena tanpa Kemurahan-Nya gue ngga mungkin bisa seperti ini!

------ pause ------

Begitu banyak yang gue dapat sebulan ini, dan begitu banyak pelajaran yang diberikan ke gue. Hanya sebulan setelah peperangan sengit (terakhir) antara hati dan fikiran, dimana akhirnya dimenangkan oleh Sang Empunya hati dan fikiran itu sendiri. Gue cukup beruntung tidak perlu dijedorin ke tembok dan benjol dulu untuk tahu bahwa yang gue lakuin itu salah. Persepsi gue tentang pencapaian-pencapaian hidup menjadi tidak berarti apa-apa, karena semuanya pada dasarnya bukan milik gue. Gue cuma dipinjamkan sebentar untuk suatu saat diambil lagi, dan dimintai pertanggungjawaban.

Kesimpulan, hidup semata hanya proses hubungan naik-turun antara Tuhan dan manusia. Proses yang tidak akan pernah berhenti kecuali saat kita mati. Yang pasti, sungguh sangat indahnya ketika dapat kesempatan berkenalan dengan Tuhan.

Kalau mau tau apa yang menyebabkan proses itu terjadi dengan cepat, dzikir jawabannya. Gue merasakan benar-benar, bahwa dzikir lah yang membuat hubungan gue dan Tuhan jadi membaik. Seorang teman yang tau masalah krisis kepercayaan gue, menganjurkan untuk memperbaiki diri gue dulu (sebelum minta dikabulkan) dengan belajar konsentrasi. Dia menganjurkan meditasi, dengan mengosongkan fikiran, memusatkannya ke hati, dan diam. Tetapi karena duduk diam malah bikin gue ketiduran, akhirnya gue coba2 dzikir aja sambil membiarkan isi kepala berperang dengan hati.

Sangat berat untuk mencoba ikhlas dan menerima APAPUN keputusan Tuhan mengenai soal yang satu ini, about love and soulmate. Teori memang di luar kepala, tetapi bagaimana menyerahkan semua kepada Yang di Atas, bahkan belajar untuk tidak memiliki keinginan, adalah sungguh amat sangat beratnya! Apalagi gue terlahir dengan cap keras kepala bin keras hati, yang kalo udah mau satu, ya satu, ngga mau yang lain. Apapun akan gue cari jalannya. Mungkin untuk hal-hal lain gue bisa menjadi orang yang sangat pengalah, tapi tidak yang ini.

Sedikit demi sedikit kegiatan yang semula cuma jadi ritual (kadangpun tergantung mood), akhirnya jadi suatu kebutuhan. Perlahan-lahan, (ini kali kedua) gue merasakan perubahan drastis yang terjadi. Hati gue yang semula seperti batu, keras dan dingin, tidak disangka-sangka mencair seperti air. Begitu saja. Seperti kekuatan setetes air yang mampu menghancurkan batu, hantaman kalimat dzikir secara terus-menerus ke hati, menjadi suatu kekuatan yang menjalar dan meliputi seluruh tubuh. Efeknya terasa sekarang2 ini. Gue optimis sekarang, ngga takut dan khawatir lagi. Gue tetap minta dikabulkan, tapi udah bisa ikhlas apapun hasil akhirnya. Toh, tanpa bersama si pemantik ini, hidup gue sendiri sudah merupakan miracle, so ngga ada yang perlu disesalin.

Thanks sooo much, God! I mean it!