Wednesday, August 28, 2002

"Be shining in darkness, and be invisible in light"

Sehabis liputan Susi Susanti hari ini, sore-2 gue sempetin nonton Tjut Nya' Dhien garapan Eros Djarot di kantor. Penasaran pengin tau akting Christine Hakim (CH) disana, karena dulu ngga sempet nonton filmnya. Kebetulan dia jadi tokoh Maestro episode mendatang. CH yang baru-2 ini jadi juri di Cannes Film Festival, emang pantes untuk dinobatin sebagai the Greatest Indonesian Actrees.

Here's some links about her:
www.indonesianart.net
Official site of Pasir Berbisik


Gue beruntung karena pekerjaan ini memungkinkan gue bertemu orang-2 hebat dan hampir semuanya idealis. Film ini sendiri dilatarbelakangi obsesinya Eros menggugah semangat perempuan-2 Indonesia untuk be tough dan punya nasionalism tinggi macam Tjut Nya' Dhien, pejuang perempuan dari tanah rencong, Aceh.

Untuk film sejarah seperti ini, Eros membutuhkan waktu hampir 1 tahun untuk riset tentang sejarah Tjut Nya', sampai ke Belanda. Semua adegan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat itu. Ada sekitar 60 buku tentang Tjut Nya' yang disiapkan Eros untuk keperluan pembuatan film ini. Kalau ngga salah film ini akan di VCD-kan, bersama dengan film CH yang lain, Daun di atas Bantal.

Gue emang telat tau kalo ni film beneran bagus banget, ngga kayak bikinan orang sini. Akting CH juga ngga diragukan lagi. Publik Jepang sampai kaget waktu tau kalo pemeran Tjut Nya' ternyata ngga setua yang difilmnya. Untuk peran ini, seperti yang biasa ia lakukan untuk masuk dalam perannya, selama beberapa waktu CH memakai kostum Tjut Nya' kemanapun pergi, even di aktivitas sehari-harinya. Dia memakai jubah hitam layaknya pejuang Aceh, dia ubah intonasi suaranya menjadi logat Aceh, gaya berjalannya, juga jiwa Tjut Nya' ia serap. Ada sekitar 12 buku tentang karakter Tjut Nya' yang wajib ia baca.

Ada cerita menarik seputar proses pembuatan film ini. Satu adegan saat Tjut Nya' menusuk teman seperjuangan yang menghianatinya, diulang sebanyak 10 kali dalam waktu 2 hari, karena Eros dan CH belum juga menemukan emosi yang benar-2 menggambarkan puncak kemarahan Tjut Nya' yang merasa dikhianati. Untuk memancing emosi ini, Eros sampai harus merendam CH di sungai dengan diguyur hujan buatan, sampai ia menangis karena kesal. Dan memang, saat adegan berlangsung CH memang benar-benar dalam puncak kekesalan dan kelelahannya. Kerja keras ini mengganjar CH, Eros, juga Idris Sardi untuk penata musik terbaik, pada beberapa penghargaan film, nasional juga internasional. Untuk peran ini, CH butuh waktu 3 bulan untuk melepaskan jiwa Tjut Nya' dan kembali pada kepribadian aslinya, dengan pergi ke Bali dan belajar tari.

Kembali ke Tjut Nya' Dhien. Dari film itu, bisa gue gambarkan situasi dan pengorbanan dia melawan tentara Belanda yang mau merebut tanah Aceh. Mungkin memang cuma sejarah. Tapi ternyata, sejarah kita banyak mencatat orang-orang hebat yang berjuang mati-matian mempertahankan tanah air. Dan jangan lupa, dia itu perempuan. Ia memimpin perjuangan melawan penjajah tahun 18-an, dan tidak memiliki kepentingan-2 selain dari membela harga dirinya sebagai anak Aceh.

Bukan bermaksud sok tau, tapi sosok Tjut Nya' pada masanya, sudah mendahului pemikiran-pemikiran mengenai isu gender, jauh sebelum kaum feminis menyuarakan persamaan hak antara laki-2 dan perempuan. Bedanya, dulu perjuangan dilandasi dengan hati, sekarang lebih ke ego dan interest-2 tertentu. Mungkin beneran gue sok tau, tapi memang ini kondisi yang gue rasakan. Gue pribadi, baru merasa feminis jika bisa menjiwai perjuangan Tjut Nya' dengan apa yang dia bilang "Be shining in darkness, and be invisible in light."

Mungkin gue sok nasionalis. Tapi memang miris rasanya, jika harus melihat bagaimana orang-orang sekarang yang seenaknya menjajah tanah airnya sendiri. Kelakuan mereka yang menghisap rakyat dan kekayaan negeri ini, juga adu domba, ternyata ngga beda jauh dengan penjajah terlama bangsa ini. Sepertinya mereka berhasil mencetak penjajah-penjajah baru yang sekarang duduk di singgasana kekuasaan. Penjajah dari dan untuk bangsa sendiri. Dan seperti halnya nasib Tjut Nya' di pengasingan, akhirnya ia wafat di Sumedang, jauh dari tanah Aceh yang diperjuangkannya, karena dikhianati bangsanya sendiri.

Ah, gue mulai ngaco...
Pusing sebenernya, ngejar si "Tjut Nya'" dah beberapa bulan belom dapet juga, padahal minggu besok ditayangin. Doi padet banget jadwalnya. Minta waktu wawancara sebentar aja kayaknya ngga bisa meski nangis-2 darah.

Tadi siang sempetin ke kantornya Chandra, mau ngobrolin project NGO-nya. Eh, ternyata dunia itu beneran sempit, doi sobatnya Jeff!

No comments: