Friday, January 24, 2003

Kali ini, gue pengin ngomong lebih serius, dengan bahasa yang lebih 'dewasa' (Gara-gara baru baca 4 lembar Akar-nya Dee!). Sorry if it's too heavy to load the page. I'm about to move the old posts to Thought instead. But not now. Isinya di satu sisi mungkin terlalu terbuka, terlalu blak-blakan, but hell, who needs privacy in this blogging world? I'll take the risk this time. Just I need someone to listen now.


" Thank's God It's Friday! "


Tidak disangka, setengah hari ini aku mengalami bermacam-macam hal yang rasanya begitu kaya mewarnai batin. Ini salah satunya. Tidak istimewa sebenarnya, karena hanya berisi keluhan, penyesalan, kemarahan bercampur dengan kekosongan, ketidakberdayaan, dan kegelisahan yang ternyata masih terus berperang di dalam. Rasa yang tiba-tiba datang, entah dari mana, yang membuatku tidak tahu harus bagaimana menghadapi diriku sendiri.

Tiba-tiba saja saat memandang refleksi ketika merias diri, sungguh sangat tiba-tiba, seperti suara datang menegurku, berdengung di kepalaku,

"Kalau Tuhan MAU, bisa saja 'dia' datang kembali padamu. Kalau Tuhan MAU, bisa saja Ia membalikkan hatinya seperti dulu, semudah membalikkan telapak tangan. Tetapi saat ini, kali ini, Tuhan TIDAK mau. Mungkin bukan kamu penyebabnya, tetapi mungkin Tuhan memiliki rencana-Nya sendiri, dan rencana untukmu BUKAN dengan dirinya."

Bang! Suara itu menyentak kesadaranku, berdentum di kepala dan terus terngiang-ngiang. Tanpa terasa dadaku terasa sangat sesak, dan mataku terasa panas. Aku pun tidak memerlukan waktu lebih lama lagi untuk bersimpuh kehadapan-Nya, menyesali diri yang begitu lemah dan tidak berdaya menghadapi keegoisan dirinya sendiri, tetapi begitu keras-kepala untuk tidak meminta pertolongan. Aku sungguh menyesal sekali. Menyesal memiliki prasangka sedemikian buruknya, dengan menghentikan doa dan permohonanku, hanya karena aku merasa kecewa dan putus asa karena merasa Ia tidak menyetujui permintaanku.

Aku tidak tahu bagaimana awalnya 'suara' seperti itu bisa tiba-tiba datang, karena aku sendiri memang sudah tidak mau memikirkan 'dia' yang aku sebut di atas. Dan rasanya, aku tidak habis bermimpi buruk malam sebelumnya. Hanya mungkin, mungkin karena saat itu aku sedang mencerna, sedang menganalisa, sedang...ah ya! Aku memang sempat merindukannya...sedikit, karena aku tidak membiarkan diriku dikuasai perasaan itu lagi.

Ia muncul seiring keingintahuanku akan keberadaan dirinya, saat tiba-tiba aku teringat dengan kata-kata yang pernah ia ucapkan. Bukan kata-kata cinta atau semacamnya, hanya ucapan khas-nya yang membangkitkan ingatanku padanya. Pada saat yang sama, satu lagu dari Soundtrack AADC, Suara Hati Seorang Kekasih, sedang mengalun, automatically membawa fikiranku pada satu adegan AADC saat dimana musik itu dimainkan. Tanpa sadar perasaanku ikut terhanyut. Tetapi ternyata hal itu malah membangkitkan 'kericuhan' dalam fikiran dan hatiku. Memicu kemarahan tetapi juga kerinduanku padanya. Aku coba mengacuhkannya, mencoba mengusir 'Si Jahat' itu jauh-jauh dari fikiranku, meskipun sedikit hatiku terbersit pengharapan ia akan datang lagi, dan meskipun akhirnya aku menuliskan ini.

Life Must Go On

Menyakitkan saat tiba-tiba aku ingat setiap katamu
Saat kucoba bertahan atas kenyataan yang kau tinggalkan
Saat kumampu bernafas lagi tanpa dirimu
Saat kucoba membencimu hanya untuk melupakanmu

Mungkin memang tak mampu aku melupakanmu
Meskipun betapa ingin aku melepaskanmu
Meskipun malam menyelimuti siang, siang menyelimuti malam
Sepanjang waktu yang tenyata tetap menyiksaku

Tetapi hidup harus tetap bergulir
Dan aku ingin melanjutkan hidupku
Meskipun sesaknya kerap tersisa
Tetapi aku akan bertahan, pasti

Friday/Jan 23, 2003/10.13 am



Tidak ada yang ingin kubahas dari orang itu. Aku hanya ingin menceritakan bahwa entah kenapa kalimat "Kalau Tuhan MAU" lebih menggetarkan hatiku saat itu, tidak seperti sebelumnya dimana aku lebih memperhatikan kalimat "Tetapi Tuhan TIDAK MAU" yang kemudian melahirkan penyesalan dan pertanyaan-pertanyaan menggugat; "Mengapa?", "Bukankah?" yang terus aku pertanyakan.

Gugatan dan pertanyaan yang tiada henti itu membuatku lelah dan terus gelisah. Aku marah, tetapi tanpa sadar aku mempermalukan diriku sendiri dengan bersikap seperti itu. Aku menjadi hamba yang pamrih dan menghitung-hitung perbuatan seperti seorang pedagang yang menghitung untung-rugi. Sesuatu yang seharusnya, sepantasnya aku lakukan dengan sukarela dan ikhlas, seiring dengan cintaku yang bertambah pada-Nya. Tetapi ternyata cintaku hanya di permukaan, sungguh memalukan. Aku seperti berputar-putar pada lingkaran yang sama, dengan kemarahan yang aku fikir telah terkikis dengan berjalannya waktu, tetapi ternyata jalan yang ingin kulewati tidak menyediakan pintu-pintu yang mampu kutembus. Kekeraskepalaanku membuatku terus terpelanting, dan kemudian aku tidak berdaya. Kelelahan.

Mungkin kali ini memang teguran. Karena kalimat seperti itu sudah sering berkecamuk di hati dan otakku. Selalu aku cari jawabannya, menggunakan LOGIKA dan NILAI-NILAI yang kuyakini. Tetapi pada saat yang sama pula, aku terus menolaknya dan beragumentasi bahwa Tuhan pasti tidak ingin hambanya cepat menyerah, aku harus terus mencoba bagaimanapun juga. FIKIRAN inilah yang kemudian menjustifikasi kengototanku, kekeraskepalaanku, untuk terus menengok ke belakang, terus berharap dan berharap, meskipun aku SADAR bahwa kemungkinan gagal pasti ada, selalu ada. Dan terus terang ini menghabiskan energiku untuk bergerak maju ke depan.

Aku tidak mengerti mengapa aku seperti ini, sekeras ini memperlakukan diriku, memasukkan diriku sendiri ke dalam masalah, yang sesungguhnya aku berkuasa untuk memilih jalan lain yang lebih mudah. Sungguh aku tidak mengerti. Hal ini yang terkadang membuatku lelah menjadi diriku sendiri, lelah berperang dengan kengototanku, lelah mendengar argumen antara hati dan fikiran, juga lelah dibodohi orang lain yang tahu mengenai hal ini. Terus terang, aku berlipat-lipat kali membodohi diriku sendiri.

Tetapi siang ini, kali ini, bukan fikiran lagi yang berbicara tetapi HATI. Tapi aku meyakini bahwa suara itu bukan datang dari hatiku, juga bukan dari keinginanku, karena aku tahu apa keinginanku. Ini teguran, teguran yang teramat halus sebelum aku benar-benar terperosok dan tersandung, sebelum aku menjadi gila dan putus asa menghadapi keegoan diriku. Sesungguhnya aku harus menyerah pada kenyataan bahwa aku BUKAN siapa-siapa, aku TIDAK tahu apa-apa, dan aku TIDAK berkuasa apa-apa dalam hidupku. Agaknya hati dan otakku mulai searah dalam memberikan penguatan.

Aku sering mendengar, Iman itu berfluktuasi. Ada kalanya ia meningkat, adakalanya ia menurun. Mungkin saat ini saat yang tepat untuk memperbaiki keimananku, memperbaiki sikapku terhadap setiap peristiwa yang terjadi pada hidupku. Saatnya untuk menundukkan kepala, tidak meminta tetapi banyak memberi, dan yang pasti tanpa pamrih. Sesuatu yang sepertinya mudah tapi pasti sangat berat, saat nanti keimananku mencapai titik yang terendah. Karena itu aku harus berlari cepat dan tidak menoleh ke belakang lagi. Sesuatu yang pasti, aku merasa bahagia sekarang.

No comments: