Wednesday, June 18, 2003

Hard Work Will Pay You Back


Selasa kemarin iseng dateng ke pameran tunggal F. Widayanto, keramikus, yang mengadakan pameran karya terbarunya, Dewi Sri, di Galeri Nasional, Jl. Merdeka Timur. Pamerannya berlangsung cuma sampai hari ini, tanggal 19.

Sendirian aja, emang dasar kurang kerjaan. Sebenernya karena tergiur dengan note di bawah undangan, bahwa undangan dapat ditukarkan dengan souvenir...hmm..souvenir keramiknya Widayanto, siapa yang ngga pengin? hehe...

Gue sampe jam 7.30 pm, telat 30 menit dari yang tercantum di undangan. Di pintu gerbang masuk Galeri dipasang 2 janur, dan di anak-2 tangga di tengah taman di pasang berjejer lampu-2 yang dibungkus pelepah batang pisang. Gue milih jalan lewat tengah taman karena pengin mendapatkan kesan alami yang udah gue rasakan sejak melewati gerbang utama. Kayaknya, ide lampu di pelepah pisang lebih menarik, ketimbang melewati mobil-mobil mewah para undangan.

Suasana menuju ke Galeri cool abis. Widayanto mengemas konsep pamerannya benar-benar seperti suasana pedesaan, sesuai dengan tema keramiknya. Di speaker, kombinasi suara jangkrik, cengcorang (?), kumbang kelapa (hayoo...udah tau belum kayak apa bunyinya? :D), air gemericik, plus gending lagu sunda, syahdu banget kedengarannya, berasa di desa Cianjur deh! (berasa doang, padahal belom pernah kesana!). Sayang, full packed of people bikin suasana jadi berisik kayak pasar malam.

Waktu naik tangga menuju ke dalam ruang pameran, gue excited juga pengin tahu konsep apa yang Widayanto siapkan untuk ruang di dalam. Karena gue tahu (cieh, sok kenal banget!) dia gandrung banget sama yang namanya tradisi. Pasti artistik, begitu pikir gue. Dan bener aja, di tengah-tengah ruangan, sekitar 30 keramik Dewi Sri tersebar di antara padi-padi yang sengaja di set seperti layaknya di pesawahan. Bau bunga sedap malam tercium di mana-mana. Suara jangkrik masih mendominasi, tetapi sekarang lebih 'hidup' karena berada di tengah-2 'sawah'. Selain di ruang utama, ikut dipamerkan juga karya-karya lukisannya yang semuanya menggambarkan keeksotisan Sang Dewi.

Yang menarik adalah, saat dia menyiapkan pameran ini, sekitar pertengahan 2002, gue kesempatan meliput proses kreatifnya saat buat keramik Dewi Sri di rumahnya yang sangat luas di Tapos, dekat peternakannya Pak Harto.

Yang masih gue ingat, dia pernah bilang bahwa membuat keramik itu seperti bagaimana kita memperlakukan hidup. Ia melatih kita untuk sabar dan menghargai proses. Belajar untuk menerima setiap kegagalan, karena sering apa yang kita dapatkan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, bahkan gagal sama sekali. Dan jika gagal, harus dimulai lagi dari awal, karena dalam seni keramik, sekali salah dalam menentukan jenis atau ketebalan tanah liat, waktu pembakaran, maupun percampuran warna, maka hasil akhirnya dipastikan akan salah pula. Diperlukan pengetahuan, pengalaman, dan kerja keras. Karena itu, kadangkala satu keramik yang berhasil dibuat, harus melalui rentetan kegagalan-kegagalan yang tak terhitung banyaknya.

Lewat keramiknya, gue belajar untuk menghargai proses dan kegagalan. Dan lewat 30 karya-karyanya, yang gue lihat bukan karyanya yang sangat indah, detail, dan eksotis itu, tapi kerja keras dan proses di belakangnya.

Dalam hidup, sering yang kita temukan adalah kegagalan dan sedikit keberhasilan. Tetapi hanya orang yang percaya bahwa proses, juga kesabaran dan kerja keras, akan selalu berbuah hasil yang baik, yang berani menghadapi kegagalan. Kadangkala, kita hanya terpaku pada hasil akhir yang sempurna, tetapi lupa bagaimana untuk bangun jika kegagalan yang kita dapatkan.

Well, it was not a bad idea to go to his exhibition after all, right? :)

No comments: